(Puisi-puisi anggota Lembaga Semi Otonom (LSO) Forum Literasi Santri (Frasa) PPA. Lubri. Persembahan kecil atas mendiang Kiai karismatik yang berpulang pada 05 Dzulhijjah 1440/06 Agustus 2019 di tanah suci Makkah)
Barisan Air Mata
Maghrib di serambi pengasuh
Duka kami menyala-nyala
Yasin dan tahlil kami berair mata
Sepanjang perjalan pulang
Kami memungut air mata
Dan kecemasan-kecemasan yang mengembur dalam dada
Nisa Ayumida, merupakan nama pena dari Roydatun Nisa’. Santri PP. Annuqayah Lubangsa Putri. Bergiat di Lembaga Kepenulisan Lubri, Supernova Ikstida, Komunitas Menulis Pasra. Sedang menggarap skripsi di Fakultas Syariah Instika Guluk-guluk Sumenep.
Jalan Kembali
(kepada yang mulia mbah moen)
kami ingin menjadi alfatihah
biar mengiring ajunan istirah
Ibna Asnawi, lahir di Sumenep, 07 November 1996. Sedang mengaji di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura. Dapat ditemui di: IbnaAsnawi (Facebook) danibnadonut@gmail.com
Yang (Tak) Berpulang
;KH. Maimun Zubair
Ada yang kembali tanggal menaggalkan luka
Menyisakan puzzle kenang berputar dalam kepala
Lalu luruh air mata
Bersama langit yang kian pucat
Berpasang mata menatap lekat
Mematrikan dalam hati
Memastikan dalam diri
Bahwa dirimu sepenuhnya bukan pergi
Harus bagaimana menarasikan kasih kami Kiai
Atas segala berkah yang di alirkan
Bila kami gurun kerontang
Maka kau musim penghujan
Segala doa telah berhambur padamu Kiai
Tempatmmu di sisi Tuhan
Ulfade, lahir di Sumenep dengan nama Maria Ulfa, 19 september 2001, santri PP. Annuqayah Lubangsa Putri, merupakan mahasiswi Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA).
Lembar-Lembar Rahasia
: KH. Maimoen Zubair
Maghrib Annuqayah;
Nyilu membungkus hening
Malam yang teduh terguyur air mata
Meluap-luap lewat senandung al-Fatihah
Kepedihan luruh, keresahan mengganggu
Tahlil dan yasin berkumandang
Suaranya menyeret jutaan perih
Atas nama kehilangan
Hati kami yang berantakan ini
Laksana daun nyiur yang melambai
Memanggil tanpa suara, ditinggal bermandi luka
Lembar rahasia jadi saksi
Puncak rindu paling abadi
Annuqayah berkeluh lagi
Sang panutan lebih dulu menemui Ilahi
Di serambi kerukunan.
Tumbuh dari tanah yang gaduh
Doa kami bersemedi
Terbang ke langit
Menemani engkau pergi
6 Agustus 2019
Ratna Wulandari, santri asal Batang-batang Sumenep. Pernah menempuh pendidikan di MI Hidayatus Shibyan Batang-batang, alumni PP. Nasy’atul Muta’allimin Gapura, dan saat ini menjadi mahasiswi jurusan Ekonomi Syari’ah Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA). Aktif di cinta-kasih RMJ, Kompas Pasra, Supernova IKSTIDA, PMII_Garuda dan masih menjadi santri Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa Putri dan berproses di LKC5 Generasi XYZ, sebuah komunitas pecinta literasi di Lubangsa Putri. Guluk-guluk Sumenep Madura. Dapat dikontak melalui: wulandariratna197@gmail.com
Sepanjang Perjalanan Pulang
: KH. Maimoen Zubair
ke Rumah Kekasih,
karavan hujan menemanimu pulang
juga badai kesedihan yang tiada berkesudahan
doa-doa dipanjatkan
gema amin mengepung Ma’la, selepas engkau tiba
*Anec Fadia, nama maya dari Nur Fadiah Anisah. Berasal dari Desa Bilapora Barat Ganding Sumenep Madura. Mahasiswa Ilmu al-Qur’an dan Tafsir di Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA). Saat ini bergiat di Forum Literasi Santri (Frasa) dan Komunitas Diskopag.
Kabar Duka Dari Seberang
: KH. Maimoen Zubair
Di denting kesepuluh
Ada gemuruh pelan-pelan hinggap di kedua telingaku
Masih sama tentang kepulangan
Namun, barangkali ini berbeda dari yang ada
Sebab yang berpulang adalah jantung kehidupan
Saban waktu tanamkan syariat
Pada mereka pengaharap syafaat
Oh, engkau sang Kiai terhormat
Ketahuilah, sepanjang sujud orang-orang shalih menjerit,
Menangis
Meringis
Lipu
Dan pilu
Lantaran kepulanganmu yang tiba-tiba
Gelisah menyertai kami
Tak ada lagi pembimbing jiwa
tempat berteduh
oh, engkau guruku
bentangan doa masih melebar
yasin dan tahlil menjadi pegangan
agar hati tak kembali nanar
mengingat kabar akan kepulanganmu
oh, engkau sang kiai
yang aromanya semerbak Nusantara
barangkali ini karena kemuliaanmu
hingga takdir Tuhan
menempatkan pusaranmu di tanah suci
selamat jalan, guruku
selamat sampai di akhirat
doa kami dan syafaat Nabi Muhammad
semoga selalu menyertaiku
pintu surga sudah menunggu salammu
Annuqayah, 6 Agustus 2019
*kita kembali merangkul sejarah luka atas wafatnya kiai kita, guru kita KH. Maimoen Zubair.
Helmiyah Marsya, pemilik nama mutiara dari Helmiyatun. Perempuan penikmat Hujan dan Kopi, lahir tepat pada 01 Januari 1996 di pulau garam Madura tepatnya Desa Jenangger Kecamatan Batang-Batang Sumenep. Dari kelananya ke pondok pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Madura, ia menemukan ratusan kata-kata yang mampu menemani disetiap kesunyiannya. Penyisir Sastra Iksabad (Persi) adalah rumah awal yang telah mengajari dia berdialog dengan puisi, dah sekarang ia berproses di kamar Lembaga Kepenulisan (LK_Generasi).
Sajak Santri untuk Kiai
;KH. Maimun Zubair
Bila bulan menibakan ingatan untuk mengenang
Penduduk bumi kelahiran menidurkan khidmat di atas
Nampan perenungan
Bulan pahlawan kembali berduka
Mbah Kiai, paku negeri, telah kembali
Menghadap Tuhan menghaturkan amanah yang sudah usai
Sirat apa gerangan perihal kepergianmu mbah
Kembali tenang di peraduan
Membiarkan kami para santri
Mendamba wajah asri terakhirmu di sini
Sering kupandangi engkau dalam layar gambar
Manakala akalku mengiyakan
Darah segar mengalir menyisihkan kabut dalam pandangan
Aku pucat gemetar
Kabar kepulangan menampar jiwaku berulang-ulang
Betapa dukanya harapan
Putus perjalanan untuk mengikat tali pengokohan
Antara aku santri, dan
Mbah panutan sejati
Namun, manabisa waktu menolak kehendak
Mungkin hanya pada bait-bait puisi ini
Atau tahlil yasin di malam hari
Bisik dukaku meronta jarak pertemuan
Mbah Kiai,
selamat jalan
matur nuwuntelah meletakkan cahaya-cahaya
di sepanjang trotoar jalan menuju lembah pulang
Erliyana Muhsi, Santri Annuqayah Lubangsa Pi sekaligus Mahasiswa Prodi PIAUD INSTIKA, anggota aktif Lembaga Kepenulisan FRASA Lubangsa, Alumni PP. Al-IN’AM dan PP. Darul Falah
Kepergian Yai
: KH. Maimoen Zubair
Yai,
Yang Menciptakan telah merindukanmu
Hingga mengutus subuh untuk kau berpulang
Mengajakmu beristirahat di pangkuan-Nya
Yai,
Kepergianmu mengundang duka
Tangis menjadi bencana di mata kami
Hati kami tak lagi teduh
Sebab, yang paling kokoh telah terpejam untuk selamanya
Membiarkan kain-kain tipis membungkus iman kami
Yai,
Sekuntum puisi kurakit
Seusai deras mewakili luka
Agar dukaku atas kepergianmu ikut tercatat
Di kalender keenam bulan kemerdekaan
Annuqayah 2019
Silvana Farhani, kelahiran Sumenep, 25 Oktober 2001 di sebuah Desa Panagan Gapura Sumenep. Salah satu siswa MA 1 Annuqayah Putri sekaligus nyantri di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura. Aktif di: Kompas Gapura, Supernova Ikstida dan bisa dihubungi melalui surel farhanisilvana7@gmail.com
Ma’la Makkah 04.30
:KH. Maimoen Zubair
Mbah Moen,
Perihal hujan di subuh tadi
Juga dingin yang tak bisa kuselimuti
Aku bersyukur secepatnya
Serta bahagiaku tiada tara
Pagiku berkabut tebal
Kuberusaha menyusuri lorong-lorong menuju sekolah
Yang ditemani embun di setiap daun pelipur lara
Mbah Moen,
Sepulang sekolah,
Saat kudengar berita kepergianmu
Hati dan pikirankupun rancu
Kuleburkan sedalam-dalamnya
Kusembunyikan bahagia di balik lesung pipi
Ratap tangis menerpa pintu kalbuku
Annuqayah, 05 Dzulhijjah 1440
Dhiah Joe, Lahir di Pamekasan. Menempuh pendidikan di Madarasah Aliyah Annuqayah Putri dan mengaji di PP. Annuqayah Daerah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura. Dapat dikontak melalui generasixwz18@gmail.com
Kepergianmu
Langit dipenuhi awan gelap
Tak ada bintang
Pun rembulan enggan menampakkan dirinya, segalanya terlihat sedih
Tanaman di halamanku melayu
Padahal awan sedang memuntahkan isinya
Burung gagak berbunyi seram dan nyaring
Dan semuanya napak tak seperti biasannya
Macam tanda kepergian seorang ulama besar
Lalu aku berdiri mematung
Sendiri, sepi dan ketakutan
Rupanya tanda itu benar adanya
Bahkan kini kabar itu membuatku pilu
Kabur bahwa engkau tak lagi hidup di naungan yang sama
Engkau yang teramat segalanya
Diselamatkan Tuhan dari dunia fana
Hidupmu mulia, kepergianmu mulia
Di tanah impian, Makkah namanya
Semoga amal ibadahmu diterimaNya
Dan aku akan sellau mendoakanmu pula
Dee Kayisna. Santri aktif Pondok Pesantren Annuqayah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura asal Jember. Berproses di Lembaga Kepenulisan Lubangsa Putri. Masih menjadi siswa MA 1 Annuqayah Putri.
Selepas Kepergianmu Kiai
I
Selepas kepergianmu Kiai
Air mata mulai mengalir
Pun hati telah rapuh
II
Di pagi itu setelah kau sucikan hati dan jiwa
Kau tinggalkan lusuh di wajah kami
Tetes demi tetes telah membanjir
Seperti penghormatan di pagi hari
III
Enam Agustus telah tiba
Menghadirkan duka dalam sanubari
Sembilan puluh tahun kau habiskan dengan kebajikan
IV
Berbahagialah Kiai
Di alam yang kekal itu
Doa dan cinta kami tak pernah lekang untukmu
V
Kau tinggalkan kenang di hati kami
Engkau yang amat segalanya
Kini telah berpulang pada pelukan Tuhan
Mila Ming, Lahir di Sumenep. Menempuh pendidikan di Madarasah Aliyah Annuqayah Putri dan mengaji di PP. Annuqayah Daerah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura.
Namamu Adalah Doa Kami
;KH. Maimun Zubair
Usia tak mungkin abadi
Pada cintamu dan ketulusanmu
Meski kami tak pernah jumpai
Kami cukup mengenang
Dalam saksi kami mata yang luruh telah berhujan
Di sepanjang doa malam
Yang tak pernah menikmati pertemuan bersamamu
Kami telah cukup berduka untuk saat ini
Tak puas kami membuang air mata kesedihan
Mengingatmu yang berjuang tanpa henti
Tak bisakah kami mengantar kepulanganmu
Cukup kami menyebut namamu di putaran tasbih
Kami hanya bisa menangis sesak yang ingin pergi meneruskan perjuangan
Cukuplah duka tak pernah bisa dihilangkan
Di antara beribu orang yang berdoa
Saksikan bahwa kami sellau mengenangmu
Dhee Fhamaa, lahir di Grujugan Gapura Sumenep. Siswi IPS MA 1 Annuqayah Putri Guluk-guluk. Sedang nyantri di PP. Annuqayah Lubangsa Putri. Bergiat di Lembaga Kepenulisan Frasa.
Andai Engkau Mbahku
; KH. Maimoen Zoebair
Andai engkau mbahku
Pucuk-pucuk dawuhmu telah ku seduh bersama air hikmahmu
Untuk kemudian ku teguk agar genamu yang menyekujuriku
Andai engkau mbahku
Langgar peteng di dekat kediamanmu akan menjadi saksi bisu ketelatenanmu dalam mendidikku
Andai engkau mbahku
Kiai, hafalan nadam serasa mimba yang kau cekoki kerelung santri terasa nikmat sehabis sahur sebagai penutup hidangan sorogan Turatsiyah
Dan aku, cucumu, andai, duduk di kananmu
Andai engkau mbahku
Tangan kananmu yang ditinggikan dari kepala santri yang menunduk menguncup merangkum matan dan syarah yang kau gelar di langgar untuk alas tidur mereka yang memimpikan nabi setiap malam
Sedang aku, cucumu, andai, sudah lebih dulu berbedong ilmu warisan Nabimu
Andai engkau mbahku
Andai aku cucumu
Sayang seribu sayang, menikmati sejukmu tak ada aku
Lalu tiadamu memeras air kawah mataku
Yang berpindah ke sabit bibir yang memamah bacaan Yasin
Kini suci Makkah mendekapmu dalam tanahnya
Qunut subuh menghusnulkhatimahkan hidupmu dalam harapnya
Semoga segala pecut meredam kalut
Segala keramat menikam keparat
غفرالله ذنوبه ونورضريحه وجعل الجنة مأواه الفاتحة
Qoiro Basyir, menjadi santri di PP. Annuqayah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep. Sedang berproses di Lembaga kepenulisan PP. Annuqayah Lubangsa Putri. Mahasiswa Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA)
Mengenang Hari Wafatmu
: KH. Maimun Zubair
Pada tanggal 6 Agustus 2019
Kami menatap langit yang tertutup awan
Subuh pagi peristiwa yang snagat menyedihkan bagi kami
Kepergian engkau membuat kami kehilangan harapan
Jiwa-jiwa kami seakan runtuh berantakan
Jejak perjalanan engkau kami simpan dalam-dalam
Agar kami juga dapat hikmah di hadapan lentera suci
Kabar bergemuruh menancap dalam tubuh
Sayup deraian petir menghambar cakrawala
Badai menghantam panorama yang mengerut pada tubuh kami
Kami sumbang seakan kehilangan beribu harapan
Bumi hampa menyisakan tangis karena kepergianmu
Kami hanya bisa mengenang dengan doa-doa dan perjuangamu
Setangkai cinta yang akan jadi buah rindu kepadamu
Perjuanganmu akan ku reguk dalam-dalam
Tha Dita, Lahir di Pamekasan. Menempuh pendidikan di Madarasah Aliyah 1 Annuqayah Putri dan mengaji di PP. Annuqayah Daerah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura.
Jiwamu Abadi Mbah Moen
Di penghujung jalan
Wajahmu melekat tenteram dimataku
Sayuyp-sayup wajahmu masih ada dibinar mataku
Mbah Moen
Diumur yang kesembilan puluh ini
Kau lahirkan kesedihan
Kau hadirkan sayap keabadian
Lalu menceritakan peradaban
Mbah Moen
Getaran jiwaku selalu ingin menyebut namamu yang mengutuk hatiku menjadi batu
Kau telah kembali pada peraduan sang maha cipta
Mbah Moen
Butiran-butiran kecil mengalir dari pelupuk mataku
Dan menejrit dalam ragaku
Jiwamu abadi Mbah Moen,
Abadi dalam ketenanganku
Lee LF, nama pena dari Lailiyatul Fitriyah. Lahir di desa Bungbaruh Kadur Pamekasan. Anak asuk Sanggar al-Zalzalah dan LK Frasa Lubangsa Putri.
Mbah Moen…
Perjuanganmu tak pernah pudar di kalangan kami
Janggut putihmu masih menari-nari di otakku
Keriput wajahmu masih membayang di mataku
Mbah Moen…
Tangisku pecah mendengarmu telah berpulang
Ke alam barzah
Cairan bening juga membasahi pipi
Mereka yang telah ditinggalkanmu
Aku kembali mengingat, tentang pengorbanan
Yang kau lakukan pada bangsa ini
Fanielho, bernama asli Fajriyatur Rahmah. Menempuh pendidikan di Madarasah Tasanawiyah Putri Annuqayah dan mengaji di PP. Annuqayah Daerah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura.
Alhamdulillah, bisa menikmati secangkir teh disamping sumur Lubangsa Raya. Dan sumurnya tidak pernah kering walau airnya telah menjelma selaksa sastra. Dulu disini ada pendekar sastra “Maut” yang selalu minum dari sumur ini. Dan akan tumbuh lagi pendekar-pendekar lainya yang selalu minum dan mandi di sumur ini.