Mengenal Lebih Dekat, Sosok Kerabat Pak D. Zawawi Imron
12987 View
-Obrolan Santai Bersama Santri Baru (Bagian II)-
Siapa yang tidak kenal sama D. Zawawi Imron? Seorang penyair dan budayawan Sumenep yang dikenal luas, terutama oleh kalangan santri PP. Annuqayah daerah Lubangsa. Kegemaran membuat puisi dan lukisan itu, ternyata tak sempat diajarkan pada kerabatnya sendiri, yakni Labib, Ardi, serta Zaid. Di tengah-tengah keramaian santri yang sedang belajar, potret pengalaman tentang mereka bertiga itu, diceritakan pada kami saat hari Sabtu, pukul 20.00 di depan Kantin Sufi yang lalu (16/7/22).
Namanya Labib Fardani Rahman. Umur 12 tahun. Ia yang paling muda, di antara dua sahabatnya; Jefri Ardiansyah Pratama dan Zaid Izzul Ula. Meski muda, ia cukup tahu tentang perintis pondok pesantren Annuqayah, tapi belum kenal pendiri Lubangsa. Pengetahuan itu, katanya, diperoleh dari internet serta cerita, bahkan ia kagum pada sosok KH. Warits Ilyas dan sempat bercita-cita ingin jadi beliau.
“Cita-cita saya ingin jadi kiai seperti di Pondok Pesantren Annuqayah,” ucapnya
Keinginan itu jelas tergambar dalam aktivitas hari-harinya. Labib ternyata selalu memakai surban di pundak sebelah kanan, setiap kali pergi ke masjid. Ia pun mempunyai target untuk segera hafal bacaan sholat dan dzikir.
“Pengen lekas hafal bacaan sholat, dan dzikir. Karena hal itu yang saya mau,” katanya.
Keponakan pak D. Zawawi Imron lewat jalur ayah ini, punya keinginan yang kuat untuk bisa belajar, di unit BPBA bidang bahasa Inggris dan bahasa Arab sekaligus. Katanya, ia terdorong oleh salah satu santri yang saat ini, masih menjadi anggota unit P2PK itu.
Tumbuh dan punya hubungan darah dari sang penyair Madura, membuat ia turut menyukai karya sastra, terutama soal puisi. Ia mengaku pernah membaca puisi di depan teman-temanya. Ia bahkan sudah bisa membuat satu puisi di kamarnya. “sudah bisa karena ikut teman,” singkatnya.
Beda orang, beda pula minat. Tak seperti Labib, Zaid Izzul Ula, mengaku tidak suka akan hal-hal sifatnya puisi. Orang tuanya, yang merupakan guru di Madrasah Ibtida’iyah (MI) Miftahul Ulum, semakin membuatnya ragu, untuk suka karya itu. Mula-mula ia memang sulit diajak ngobrol, lama-lama ia menuturkan “tidak tahu saya suka apa,” terangnya.
Meskipun tak memiliki minat ke puisi, aktivitas Zaid diwarnai dengan membaca buku. Santri asal Batang-Batang Daya itu, sekarang, membaca buku bergenre novel. Ditanya soal judul novel, katanya sudah lupa.
Yang unik dari dia adalah ketika menceritakan pengalaman kala gagal menjuarai lomba Hafiz al-Qur’an kategori Juz 30 tingkat sekolah. Menurutnya, dalam sesi lomba itu, peserta harus bisa membaca dari surah an-Nas sampai surah an-Naba’. “salah di beberapa surah,” ungkapnya.
Lain ceritanya dengan Jefri Ardiasnyah Pratama. Latar pekerjaan orang tuanya sebagai pedagang, menciptakan ia sebagai pemenang lomba Balap Karung saat Haflatul Imtihan Madrasah. Tubuhnya yang gempal, mempermudah gerakannya menyelinap di antara peserta. “Jadi juara satu,” kenangnya.
Ia pun menaruh minat besar pada puisi. Minatnya yang tinggi tersebut, disebabkan oleh cita-citanya yang ingin menjadi penyair, serta faktor kagum kepada Pak D. Zawawi. “Melihat kiai—sebutan pada pak D. Zawawi Imron—ketika membuat lukisan dan puisi saat pulang sekolah,” pujinya.
Di tanya soal kedekatan pada pak D. Zawawi, mereka mengucapkan sangat jarang. Hal ini dikarenakan rumah antara mereka dan Pak D, agak berjauhan. Itupun mereka ke sana hanya sekadar menikmati lukisan. Ternyata, di sela-sela itu, pak D. Zawawi selau memberikan motivasi dan ajaran agama untuk selalu berbuat baik.
“Kiai berpesan,”jaga akhlaq kepada orang lain”,” Kata labib.
Walaupun tak sekali mereka diajari Pak D. Zawawi cara membuat puisi, tapi minat dan bakat yang tertanam dalam dirinya, menjelaskan bahwa mereka mempunyai daya seni yang bagus. Apalagi mereka akan terlibat dalam kegiatan komunitas Penyisir Sastra Iksabad (Persi) milik Orda Ikstida, yang selalu belajar menulis, yang gemar membahas soal sastra. Pepatah yang menyatakan “Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya”, akan selamanya begitu. Selamanya jadi hasil terbaik, sepanjang cerita mereka—yang disinyalir sebagai kerabat Pak. D. Zawawi Imron—selesai ditulis.
Penulis | : Ikrom Firdaus |