Elegi Kepergian KH. Maimoen Zubair
9270 View
(Puisi-puisi anggota Lembaga Semi Otonom (LSO) Forum Literasi Santri (Frasa) PPA. Lubri. Persembahan kecil atas mendiang Kiai karismatik yang berpulang pada 05 Dzulhijjah 1440/06 Agustus 2019 di tanah suci Makkah)
Barisan Air Mata Maghrib di serambi pengasuh Duka kami menyala-nyala Yasin dan tahlil kami berair mataSepanjang perjalan pulang
Kami memungut air mata Dan kecemasan-kecemasan yang mengembur dalam dada Nisa Ayumida, merupakan nama pena dari Roydatun Nisa’. Santri PP. Annuqayah Lubangsa Putri. Bergiat di Lembaga Kepenulisan Lubri, Supernova Ikstida, Komunitas Menulis Pasra. Sedang menggarap skripsi di Fakultas Syariah Instika Guluk-guluk Sumenep. Jalan Kembali (kepada yang mulia mbah moen) kami ingin menjadi alfatihah biar mengiring ajunan istirah Ibna Asnawi, lahir di Sumenep, 07 November 1996. Sedang mengaji di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura. Dapat ditemui di: IbnaAsnawi (Facebook) danibnadonut@gmail.com Yang (Tak) Berpulang ;KH. Maimun Zubair Ada yang kembali tanggal menaggalkan luka Menyisakan puzzle kenang berputar dalam kepala Lalu luruh air mata Bersama langit yang kian pucat Berpasang mata menatap lekat Mematrikan dalam hati Memastikan dalam diri Bahwa dirimu sepenuhnya bukan pergi Harus bagaimana menarasikan kasih kami Kiai Atas segala berkah yang di alirkan Bila kami gurun kerontang Maka kau musim penghujan Segala doa telah berhambur padamu Kiai Tempatmmu di sisi Tuhan Ulfade, lahir di Sumenep dengan nama Maria Ulfa, 19 september 2001, santri PP. Annuqayah Lubangsa Putri, merupakan mahasiswi Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA). Lembar-Lembar Rahasia : KH. Maimoen Zubair Maghrib Annuqayah; Nyilu membungkus hening Malam yang teduh terguyur air mata Meluap-luap lewat senandung al-Fatihah Kepedihan luruh, keresahan mengganggu Tahlil dan yasin berkumandang Suaranya menyeret jutaan perih Atas nama kehilangan Hati kami yang berantakan ini Laksana daun nyiur yang melambai Memanggil tanpa suara, ditinggal bermandi luka Lembar rahasia jadi saksi Puncak rindu paling abadi Annuqayah berkeluh lagi Sang panutan lebih dulu menemui Ilahi Di serambi kerukunan. Tumbuh dari tanah yang gaduh Doa kami bersemedi Terbang ke langit Menemani engkau pergi 6 Agustus 2019 Ratna Wulandari, santri asal Batang-batang Sumenep. Pernah menempuh pendidikan di MI Hidayatus Shibyan Batang-batang, alumni PP. Nasy’atul Muta’allimin Gapura, dan saat ini menjadi mahasiswi jurusan Ekonomi Syari’ah Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA). Aktif di cinta-kasih RMJ, Kompas Pasra, Supernova IKSTIDA, PMII_Garuda dan masih menjadi santri Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa Putri dan berproses di LKC5 Generasi XYZ, sebuah komunitas pecinta literasi di Lubangsa Putri. Guluk-guluk Sumenep Madura. Dapat dikontak melalui: wulandariratna197@gmail.com Sepanjang Perjalanan Pulang : KH. Maimoen Zubair ke Rumah Kekasih, karavan hujan menemanimu pulang juga badai kesedihan yang tiada berkesudahan doa-doa dipanjatkan gema amin mengepung Ma’la, selepas engkau tiba *Anec Fadia, nama maya dari Nur Fadiah Anisah. Berasal dari Desa Bilapora Barat Ganding Sumenep Madura. Mahasiswa Ilmu al-Qur’an dan Tafsir di Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA). Saat ini bergiat di Forum Literasi Santri (Frasa) dan Komunitas Diskopag. Kabar Duka Dari Seberang : KH. Maimoen Zubair Di denting kesepuluh Ada gemuruh pelan-pelan hinggap di kedua telingaku Masih sama tentang kepulangan Namun, barangkali ini berbeda dari yang ada Sebab yang berpulang adalah jantung kehidupan Saban waktu tanamkan syariat Pada mereka pengaharap syafaat Oh, engkau sang Kiai terhormat Ketahuilah, sepanjang sujud orang-orang shalih menjerit, Menangis Meringis Lipu Dan pilu Lantaran kepulanganmu yang tiba-tiba Gelisah menyertai kami Tak ada lagi pembimbing jiwa tempat berteduh oh, engkau guruku bentangan doa masih melebar yasin dan tahlil menjadi pegangan agar hati tak kembali nanar mengingat kabar akan kepulanganmu oh, engkau sang kiai yang aromanya semerbak Nusantara barangkali ini karena kemuliaanmu hingga takdir Tuhan menempatkan pusaranmu di tanah suci selamat jalan, guruku selamat sampai di akhirat doa kami dan syafaat Nabi Muhammad semoga selalu menyertaiku pintu surga sudah menunggu salammu Annuqayah, 6 Agustus 2019 *kita kembali merangkul sejarah luka atas wafatnya kiai kita, guru kita KH. Maimoen Zubair. Helmiyah Marsya, pemilik nama mutiara dari Helmiyatun. Perempuan penikmat Hujan dan Kopi, lahir tepat pada 01 Januari 1996 di pulau garam Madura tepatnya Desa Jenangger Kecamatan Batang-Batang Sumenep. Dari kelananya ke pondok pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Madura, ia menemukan ratusan kata-kata yang mampu menemani disetiap kesunyiannya. Penyisir Sastra Iksabad (Persi) adalah rumah awal yang telah mengajari dia berdialog dengan puisi, dah sekarang ia berproses di kamar Lembaga Kepenulisan (LK_Generasi). Sajak Santri untuk Kiai ;KH. Maimun Zubair Bila bulan menibakan ingatan untuk mengenang Penduduk bumi kelahiran menidurkan khidmat di atas Nampan perenungan Bulan pahlawan kembali berduka Mbah Kiai, paku negeri, telah kembali Menghadap Tuhan menghaturkan amanah yang sudah usai Sirat apa gerangan perihal kepergianmu mbah Kembali tenang di peraduan Membiarkan kami para santri Mendamba wajah asri terakhirmu di sini Sering kupandangi engkau dalam layar gambar Manakala akalku mengiyakan Darah segar mengalir menyisihkan kabut dalam pandangan Aku pucat gemetar Kabar kepulangan menampar jiwaku berulang-ulang Betapa dukanya harapan Putus perjalanan untuk mengikat tali pengokohan Antara aku santri, dan Mbah panutan sejati Namun, manabisa waktu menolak kehendak Mungkin hanya pada bait-bait puisi ini Atau tahlil yasin di malam hari Bisik dukaku meronta jarak pertemuan Mbah Kiai, selamat jalan matur nuwuntelah meletakkan cahaya-cahaya di sepanjang trotoar jalan menuju lembah pulang Erliyana Muhsi, Santri Annuqayah Lubangsa Pi sekaligus Mahasiswa Prodi PIAUD INSTIKA, anggota aktif Lembaga Kepenulisan FRASA Lubangsa, Alumni PP. Al-IN’AM dan PP. Darul Falah Kepergian Yai : KH. Maimoen Zubair Yai, Yang Menciptakan telah merindukanmu Hingga mengutus subuh untuk kau berpulang Mengajakmu beristirahat di pangkuan-Nya Yai, Kepergianmu mengundang duka Tangis menjadi bencana di mata kami Hati kami tak lagi teduh Sebab, yang paling kokoh telah terpejam untuk selamanya Membiarkan kain-kain tipis membungkus iman kami Yai, Sekuntum puisi kurakit Seusai deras mewakili luka Agar dukaku atas kepergianmu ikut tercatat Di kalender keenam bulan kemerdekaan Annuqayah 2019 Silvana Farhani, kelahiran Sumenep, 25 Oktober 2001 di sebuah Desa Panagan Gapura Sumenep. Salah satu siswa MA 1 Annuqayah Putri sekaligus nyantri di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura. Aktif di: Kompas Gapura, Supernova Ikstida dan bisa dihubungi melalui surel farhanisilvana7@gmail.com Ma’la Makkah 04.30 :KH. Maimoen Zubair Mbah Moen, Perihal hujan di subuh tadi Juga dingin yang tak bisa kuselimuti Aku bersyukur secepatnya Serta bahagiaku tiada tara Pagiku berkabut tebal Kuberusaha menyusuri lorong-lorong menuju sekolah Yang ditemani embun di setiap daun pelipur lara Mbah Moen, Sepulang sekolah, Saat kudengar berita kepergianmu Hati dan pikirankupun rancu Kuleburkan sedalam-dalamnya Kusembunyikan bahagia di balik lesung pipi Ratap tangis menerpa pintu kalbuku Annuqayah, 05 Dzulhijjah 1440 Dhiah Joe, Lahir di Pamekasan. Menempuh pendidikan di Madarasah Aliyah Annuqayah Putri dan mengaji di PP. Annuqayah Daerah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura. Dapat dikontak melalui generasixwz18@gmail.com Kepergianmu Langit dipenuhi awan gelap Tak ada bintang Pun rembulan enggan menampakkan dirinya, segalanya terlihat sedih Tanaman di halamanku melayu Padahal awan sedang memuntahkan isinya Burung gagak berbunyi seram dan nyaring Dan semuanya napak tak seperti biasannya Macam tanda kepergian seorang ulama besar Lalu aku berdiri mematung Sendiri, sepi dan ketakutan Rupanya tanda itu benar adanya Bahkan kini kabar itu membuatku pilu Kabur bahwa engkau tak lagi hidup di naungan yang sama Engkau yang teramat segalanya Diselamatkan Tuhan dari dunia fana Hidupmu mulia, kepergianmu mulia Di tanah impian, Makkah namanya Semoga amal ibadahmu diterimaNya Dan aku akan sellau mendoakanmu pula Dee Kayisna. Santri aktif Pondok Pesantren Annuqayah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura asal Jember. Berproses di Lembaga Kepenulisan Lubangsa Putri. Masih menjadi siswa MA 1 Annuqayah Putri. Selepas Kepergianmu Kiai I Selepas kepergianmu Kiai Air mata mulai mengalir Pun hati telah rapuh II Di pagi itu setelah kau sucikan hati dan jiwa Kau tinggalkan lusuh di wajah kami Tetes demi tetes telah membanjir Seperti penghormatan di pagi hari III Enam Agustus telah tiba Menghadirkan duka dalam sanubari Sembilan puluh tahun kau habiskan dengan kebajikan IV Berbahagialah Kiai Di alam yang kekal itu Doa dan cinta kami tak pernah lekang untukmu V Kau tinggalkan kenang di hati kami Engkau yang amat segalanya Kini telah berpulang pada pelukan Tuhan Mila Ming, Lahir di Sumenep. Menempuh pendidikan di Madarasah Aliyah Annuqayah Putri dan mengaji di PP. Annuqayah Daerah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura. Namamu Adalah Doa Kami ;KH. Maimun Zubair Usia tak mungkin abadi Pada cintamu dan ketulusanmu Meski kami tak pernah jumpai Kami cukup mengenang Dalam saksi kami mata yang luruh telah berhujan Di sepanjang doa malam Yang tak pernah menikmati pertemuan bersamamu Kami telah cukup berduka untuk saat ini Tak puas kami membuang air mata kesedihan Mengingatmu yang berjuang tanpa henti Tak bisakah kami mengantar kepulanganmu Cukup kami menyebut namamu di putaran tasbih Kami hanya bisa menangis sesak yang ingin pergi meneruskan perjuangan Cukuplah duka tak pernah bisa dihilangkan Di antara beribu orang yang berdoa Saksikan bahwa kami sellau mengenangmu Dhee Fhamaa, lahir di Grujugan Gapura Sumenep. Siswi IPS MA 1 Annuqayah Putri Guluk-guluk. Sedang nyantri di PP. Annuqayah Lubangsa Putri. Bergiat di Lembaga Kepenulisan Frasa. Andai Engkau Mbahku ; KH. Maimoen Zoebair Andai engkau mbahku Pucuk-pucuk dawuhmu telah ku seduh bersama air hikmahmu Untuk kemudian ku teguk agar genamu yang menyekujuriku Andai engkau mbahku Langgar peteng di dekat kediamanmu akan menjadi saksi bisu ketelatenanmu dalam mendidikku Andai engkau mbahku Kiai, hafalan nadam serasa mimba yang kau cekoki kerelung santri terasa nikmat sehabis sahur sebagai penutup hidangan sorogan Turatsiyah Dan aku, cucumu, andai, duduk di kananmu Andai engkau mbahku Tangan kananmu yang ditinggikan dari kepala santri yang menunduk menguncup merangkum matan dan syarah yang kau gelar di langgar untuk alas tidur mereka yang memimpikan nabi setiap malam Sedang aku, cucumu, andai, sudah lebih dulu berbedong ilmu warisan Nabimu Andai engkau mbahku Andai aku cucumu Sayang seribu sayang, menikmati sejukmu tak ada aku Lalu tiadamu memeras air kawah mataku Yang berpindah ke sabit bibir yang memamah bacaan Yasin Kini suci Makkah mendekapmu dalam tanahnya Qunut subuh menghusnulkhatimahkan hidupmu dalam harapnya Semoga segala pecut meredam kalut Segala keramat menikam keparat غفرالله ذنوبه ونورضريحه وجعل الجنة مأواه الفاتحة Qoiro Basyir, menjadi santri di PP. Annuqayah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep. Sedang berproses di Lembaga kepenulisan PP. Annuqayah Lubangsa Putri. Mahasiswa Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Mengenang Hari Wafatmu : KH. Maimun Zubair Pada tanggal 6 Agustus 2019 Kami menatap langit yang tertutup awan Subuh pagi peristiwa yang snagat menyedihkan bagi kami Kepergian engkau membuat kami kehilangan harapan Jiwa-jiwa kami seakan runtuh berantakan Jejak perjalanan engkau kami simpan dalam-dalam Agar kami juga dapat hikmah di hadapan lentera suci Kabar bergemuruh menancap dalam tubuh Sayup deraian petir menghambar cakrawala Badai menghantam panorama yang mengerut pada tubuh kami Kami sumbang seakan kehilangan beribu harapan Bumi hampa menyisakan tangis karena kepergianmu Kami hanya bisa mengenang dengan doa-doa dan perjuangamu Setangkai cinta yang akan jadi buah rindu kepadamu Perjuanganmu akan ku reguk dalam-dalam Tha Dita, Lahir di Pamekasan. Menempuh pendidikan di Madarasah Aliyah 1 Annuqayah Putri dan mengaji di PP. Annuqayah Daerah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura. Jiwamu Abadi Mbah Moen Di penghujung jalan Wajahmu melekat tenteram dimataku Sayuyp-sayup wajahmu masih ada dibinar mataku Mbah Moen Diumur yang kesembilan puluh ini Kau lahirkan kesedihan Kau hadirkan sayap keabadian Lalu menceritakan peradaban Mbah Moen Getaran jiwaku selalu ingin menyebut namamu yang mengutuk hatiku menjadi batu Kau telah kembali pada peraduan sang maha cipta Mbah Moen Butiran-butiran kecil mengalir dari pelupuk mataku Dan menejrit dalam ragaku Jiwamu abadi Mbah Moen, Abadi dalam ketenanganku Lee LF, nama pena dari Lailiyatul Fitriyah. Lahir di desa Bungbaruh Kadur Pamekasan. Anak asuk Sanggar al-Zalzalah dan LK Frasa Lubangsa Putri. Mbah Moen… Perjuanganmu tak pernah pudar di kalangan kami Janggut putihmu masih menari-nari di otakku Keriput wajahmu masih membayang di mataku Mbah Moen… Tangisku pecah mendengarmu telah berpulang Ke alam barzah Cairan bening juga membasahi pipi Mereka yang telah ditinggalkanmu Aku kembali mengingat, tentang pengorbanan Yang kau lakukan pada bangsa ini Fanielho, bernama asli Fajriyatur Rahmah. Menempuh pendidikan di Madarasah Tasanawiyah Putri Annuqayah dan mengaji di PP. Annuqayah Daerah Lubangsa Putri Guluk-guluk Sumenep Madura.